Sabtu, 23 April 2011

Tahun 2014 : 100 tahun Koloniale Tentoonsteling, mampukah kita selenggarakan lagi?


oleh Welcome To Semarang, Indonesia pada 14 Maret 2010 jam 22:09



Hanya Semarang satoe2nja kota di Indonesia dan bahkan Asia Tenggara jang pernah menjelenggarakan pameran besar setaraf World Expo. Semarang, Dutch East Indies - Koloniale Tentoonstelling (1914)
Betapa tidak, perayaan itu menjadi sebuah perhelatan terbesar yang pernah diselenggarakan di Indonesia dan bahkan termasuk sebagai 1 dari 10 expo dunia (world Fair) terbesar yang diselenggarakan di antara tahun 1910-1920. Dan hingga saat ini, tidak ada kota lain di Indonesia yang pernah disebut sebagai salah satu penyelenggara World Expo terbesar di dunia, Jakarta sekalipun, dan keterlibatan warga Semarang justru lebih menonjol dari pada penguasa asing (baca: Belanda pada saat itu), setidaknya pembiayaan perayaan ini diponsori sebagian besarnya oleh Oei Tiong Ham, juragan gula tersohor saat itu dari Semarang. Begitupun, perayaan ini juga melejitkan nama seorang arsitek local bernama Admodirono (saat ini menjadi nama jalan di salah satu areal pasar malam ini pada saat itu), yang merancang sebagian besar pavilion-pavilun peserta expo. Ya Expo ini sangat besar, meliputi areal seluas 28 hektar di kawasan Gergaji, jalan Pahlawan , Pleburan hingga Siranda. Dibalik itu semua, diantara samar-samarnya nama kota ini di persejarahan nasional negeri ini, Semarang pernah menjadi kota terpenting di Nusantara, yang tentu saja hanya tercatat dalam buku sejarah kotanya sendiri. Sebuah kota yang pertama kali melahirkan partai Sosialis dan Partai buruh, dan arus pemikiran Sosialis dalam ranah Organisasi Islam, yang diimplementasikan dalam SI Merah. Sebuah kota yang pertama kali memiliki jalur kereta api di Jawa, Pabrik-pabrik dan perkebunan tebu, cengkeh, teh, kopi, tembakau, karet dan Jati. Sebuah kota yang pertama kali memiliki lapangan golf, sebuah kota tropis yang pertama kali mendapatkan sentuhan penataan modern dengan penataan kawasan kota bawah dan kota atas oleh Thomas Karsten, dan sebuah kota yang pernah memiliki pasar termegah di Asia Tenggara, yaitu pasar Johar. Selain itu sekalipun bukan merupakan kota seni budaya, Semarang juga turut melahirkan seniman besar di tanah air sekelas Raden Saleh Sjarif Bustaman, dan Ki Narto Sabdho hingga Daniel Sahuleka. Semarang memang kontroversial. Sebuah kota besar yang tak pernah masuk dalam sejarah negerinya, namun lebih suka menulis sejarahnya sendiri. Tapi akankah Semarang terus menerus hanya mencatatkan sejarah kotanya sendiri? Sudah saatnya Semarang masuk dalam catatan sejarah negeri ini..
Tahun 2014 adalah tepat 100 tahun penyelenggaraan Koloniale Tentoonsteling. Adalah momen yang tepat untuk membuktikan bahwa setelah 100 tahun berlalu Semarang tetap merupakan kota terpenting di kawasan Nusantara dan Asia. Sebuah World Expo perlu kembali diselenggarakan di Semarang, untuk memperingati semangat baru kelahiran kembali kota Semarang tercinta.

Source : http://sentiling2014.multiply.com/journal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar