Oemat Islam Semarang soedah ta' asing lagi dengan dhoegdheran. Meskipoen zaman soedah beroebah, tetep sadja traditie ini mangsih tetep bertahan. Kalaoe poen dibandingken dengan Pasar Semawis atawa PRPP jang diselenggaraken beberapa tahon jang laloe, djelas dhoegdheran mangsih melekat koeat di hati masjarakat walaoe tak dipoengkiri oemoer dhegdheran soedah mentjapai satoe abad lebih.
Sedjak kapan dhoegdheran itoe berlangsoeung? Menoeroet sedjarah dhoegdheran pertama kali digelar tahoen 1881 oleh Boepati Semarang Raden Mas Toemenggoeng Arjo Poerboningrat. Boepati satoe ini dikenal kreatif dan memiliki djiwa seni tinggi sehingga menggagas satoe atjara oentoek memberi sematjam pertanda awal waktoe poeasa lantaran oemat Islam pada masa itoe belon memiliki keseragaman oentoek berpoeasa. Sang boepati memilih soeatoe pesta dalam bentoek traditie goena menengahi terdjadinja perbedaan dalam memoelai djatoehnja awal poeasa.
oentoek menandai dimoelainja boelan Ramadhan itoe, maka diadaken oepatjara memboenjiken soeara bedoeg (Dhoeg..dhoeg..dhoeg) sebagai poentjak "awal boelan poeasa" sebanjak 17 (toejoeh belas) kali dan diikoeti dengan soeara dentoeman meriam (dher..dher..dher...) sebanjak 7 kali. Dari perpadoean antara boenji dhoeg dan dher itoelah jang kemoedian mendjadiken traditie atawa kesenian jang digagas oleh Boepati Raden Mas Toemenggoeng Arjo Poerboningrat itoe diberi nama "dhoegdheran".
Pesan di Balik Dhoegdheran.
Meski duhoegdheran soeudah mendjadi sematjam pesta rakjat dan soedah mendjadi traditie jang tjoekoep koeat dengan adanja perlombaan, karnaval, dan tarian, tetep sadja dhoegdheran ta' lepas dari poentjak ritoealnja beroepa taboeh bedhoeg dan halaqah jang mendjadi akhir dari traditie jang soedah bertahan seabad lebih itoe. Karena itoelah, poentjak ritoeal ini boekan semata-mata sekedar sebagai traditie (kesenian rakjat), tapi salah satoe boedaja Islam Semarang jang poenja pesan.
Pertama, salah satoe pesan jang coekoep koeat digelarnja traditie(atawa boedaja) dhoegdheran ini adalah pengoemoenan dimoelainja boelan soetji Ramadhan. Pengoemoenan itoe dilambangken dengan ditaboehnja bedhoeg jang mendjadi satoe “tetenger”. Djoega, pemoekoelan bedhoeg itoe djadi konsensus jang menegoehken atawa memberiken 'justification' ketetapan djatoehnja tanggal 1 boelan Ramadhan pada esok hari, apalagi oemat Islam --tidak hanja di Semarang-- kerapkali memiliki perbedaan dalam mendjalankan ibadah poeasa di boeulan soetjii Ramadhan.
Selain itooeuasa. Bentuk pendidikan itu dilambangkan dengan adanya warak ngendok yang dapat diartikan suatu lambang jang sarat dengan makna. Karena arti keseloeroehan warak ngendhog itoe adalah seseorang haroeslah soeutji, bersih dan memantapken ketaqwaan kepada Allah dalam mendjalani poeasa. Karena itoelah, ini bisa mendjadi pembeladjaran bagi anak dalam mengenal ibadah poeasa! (source: n. mursidi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar