Di prasasti batoe besar di Taman Makam Pahlawan Giri Toenggal Semarang terpahat seboeah nama Lie Eng Hok. Terpatri pada nomor oeroet 629 dari deretan riboeuan pahlawan jang dimakamkan di tempat ini.
Seorang beretnis Tionghoa dikoeboer di Taman Makam Pahlawan? Moengkin memang djarang terdjadi. Namoen ternjata di Taman Makam Pahlawan terseboet djoega ditemoekan Koo Siang alias Djoeani. Kondisi makam Lie Eng Hok sama dengan nisan-nisan lainnja. Terboeat dari traso, sementara diatas poesaranya tergeletak topi badja.
Di batoe nisan itu terpahat toelisan warna merah jang memperdjelas hoeroef2 Lie Eng Hok. Perintis Kemerdekaan RI, Lahir : 17-2-1893, Wafat : 27-12-1961.
Kisah hidoep Lie soenggoeuh menarik. Dalam boekoeberdjoedoel Peranakan Idealis, Dari Lie Eng Hok sampai Teguh Karya toelisan H Junus Yahya dinjatakan bahwa Lie terlibat dalam peristiwa Pemberontakan 1926 di Banten.
Dia ditoedoeh sebagai otak jang menggerakkan massa melakoekan peroesakan djalan, djembatan, rel kereta api serta roemah dan kantor milik orang Belanda.
Ini meroepakan bentoek protes dan perlawanan terhadap pemerintah Belanda jang menindas rakjat. Terlebih lagi dikatakan tak semoea orang jang memimpin pergerakan itoe berideologi komunis. Banjak diantaranja menganoet paham nasionalis.
Ditoedoeh menggerakkan massa oentoek memberontak akhirnja memboeat Lie mendjadi boeronan. Dia di-kedjar2 pemerintah Belanda.
Lie Eng Hok kemowdian melarikan diri ke Semarang. Oentoek menjamarkan djati dirinja, dia memboeka oesaha djoeal beli boekoe bekas di sekitar Pasar Djohar. Dari aktivitas bisnisnja terseboet ternjata memboeat dia sering bertemoe dengan orang-orang Belanda.
Tanpa diduga Lie jang semasa moedanja aktif sebagai wartawan Sin Po itoe mendapatkan info-info jang terkait dengan soal2 politik. Informasi penting itoe kemudian disampaikan kepada kawan2 pergerakan.
Lie jang dikabarkan dekat dengan W.R. Supratman seringkali menjelipkan info berharga ke dalam boekoe loakan laloe menjerahkan pada rekannja.
Pria kelahiran Desa Balaraja, Tangerang itoe djoega sering mentjarikan penginapan bagi tokoh2 pergerakan djika ada rapat di Semarang.
Ketika aksi Lie teroengkap. Dia tertangkap basah saat menjerahkan boekoe jang disisipi informasi pada rekannja. Lie Eng Hok kemoedian didjatoehi gandjaran hoekoeman pengasingan di Boven Digoel.
Di masa pengasingannja itoe dia mentjari penghasilan tambahan dengan bekerdja sebagai toekang tambal sepatoe bersama U Pardedeh, bekas Hoofd Redacteur Soeara Kita Pematang Siantar. Lie Eng Hok mendekam di poesat pengasingan tahanan politik pemerintah kolonial Belanda sepandjang lima tahoen, antara 1927 – 1932.
Setelah bebas dia kembali ke Semarang oentoek berbisnis boekoe loakan lagi. Tanggal 27 Desember 1961 Lie Eng Hok meninggal doenia dan dimakamkan di kompleks pekuburan Tionghoa Kedoengmoendoe.
Pada masa pemerintahan Soekarno, dia dinjataken sebagai perintis kemerdekaan RI berdasarkan SK Menteri Sosial RI No. Pol 111 PK tertanggal 22 Januari 1959. Atas anoegerah itu Lie berhak mendapatkan toenjangan oeang sebesar Rp. 400 per boelan.
Pada tahoen 1986 kerangka Lie Eng Hok dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal setelah disahkannja SK Pangdam IV/Diponegoro No B/678/X/1986.
Seorang beretnis Tionghoa dikoeboer di Taman Makam Pahlawan? Moengkin memang djarang terdjadi. Namoen ternjata di Taman Makam Pahlawan terseboet djoega ditemoekan Koo Siang alias Djoeani. Kondisi makam Lie Eng Hok sama dengan nisan-nisan lainnja. Terboeat dari traso, sementara diatas poesaranya tergeletak topi badja.
Di batoe nisan itu terpahat toelisan warna merah jang memperdjelas hoeroef2 Lie Eng Hok. Perintis Kemerdekaan RI, Lahir : 17-2-1893, Wafat : 27-12-1961.
Kisah hidoep Lie soenggoeuh menarik. Dalam boekoeberdjoedoel Peranakan Idealis, Dari Lie Eng Hok sampai Teguh Karya toelisan H Junus Yahya dinjatakan bahwa Lie terlibat dalam peristiwa Pemberontakan 1926 di Banten.
Dia ditoedoeh sebagai otak jang menggerakkan massa melakoekan peroesakan djalan, djembatan, rel kereta api serta roemah dan kantor milik orang Belanda.
Ini meroepakan bentoek protes dan perlawanan terhadap pemerintah Belanda jang menindas rakjat. Terlebih lagi dikatakan tak semoea orang jang memimpin pergerakan itoe berideologi komunis. Banjak diantaranja menganoet paham nasionalis.
Ditoedoeh menggerakkan massa oentoek memberontak akhirnja memboeat Lie mendjadi boeronan. Dia di-kedjar2 pemerintah Belanda.
Lie Eng Hok kemowdian melarikan diri ke Semarang. Oentoek menjamarkan djati dirinja, dia memboeka oesaha djoeal beli boekoe bekas di sekitar Pasar Djohar. Dari aktivitas bisnisnja terseboet ternjata memboeat dia sering bertemoe dengan orang-orang Belanda.
Tanpa diduga Lie jang semasa moedanja aktif sebagai wartawan Sin Po itoe mendapatkan info-info jang terkait dengan soal2 politik. Informasi penting itoe kemudian disampaikan kepada kawan2 pergerakan.
Lie jang dikabarkan dekat dengan W.R. Supratman seringkali menjelipkan info berharga ke dalam boekoe loakan laloe menjerahkan pada rekannja.
Pria kelahiran Desa Balaraja, Tangerang itoe djoega sering mentjarikan penginapan bagi tokoh2 pergerakan djika ada rapat di Semarang.
Ketika aksi Lie teroengkap. Dia tertangkap basah saat menjerahkan boekoe jang disisipi informasi pada rekannja. Lie Eng Hok kemoedian didjatoehi gandjaran hoekoeman pengasingan di Boven Digoel.
Di masa pengasingannja itoe dia mentjari penghasilan tambahan dengan bekerdja sebagai toekang tambal sepatoe bersama U Pardedeh, bekas Hoofd Redacteur Soeara Kita Pematang Siantar. Lie Eng Hok mendekam di poesat pengasingan tahanan politik pemerintah kolonial Belanda sepandjang lima tahoen, antara 1927 – 1932.
Setelah bebas dia kembali ke Semarang oentoek berbisnis boekoe loakan lagi. Tanggal 27 Desember 1961 Lie Eng Hok meninggal doenia dan dimakamkan di kompleks pekuburan Tionghoa Kedoengmoendoe.
Pada masa pemerintahan Soekarno, dia dinjataken sebagai perintis kemerdekaan RI berdasarkan SK Menteri Sosial RI No. Pol 111 PK tertanggal 22 Januari 1959. Atas anoegerah itu Lie berhak mendapatkan toenjangan oeang sebesar Rp. 400 per boelan.
Pada tahoen 1986 kerangka Lie Eng Hok dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal setelah disahkannja SK Pangdam IV/Diponegoro No B/678/X/1986.
Itoelah sepenggal kisah dari Lie Eng Hok. Seorang peranakan Tionghoa jang telah terboekti memiliki djiwa nasionalis jang tinggi. Dia bahkan berani mengambil resiko besar demi membantoe pergerakan dalam memperdjoeangkan kemerdekaan. (Thomas Joko).
Maaf, sebagai warga priboemi, kita sekarang ini haroesnja memiliki rasa nasionalisme jang lebih tinggi daripada beliaoe.
Maaf, sebagai warga priboemi, kita sekarang ini haroesnja memiliki rasa nasionalisme jang lebih tinggi daripada beliaoe.
Source : http://forum.detik.com/showthread.php?t=50073
Tidak ada komentar:
Posting Komentar